Kamis, 01 Desember 2011

ARTIKEL

INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
PADA abad 21 ini sudah sangat sering sekali kita mendengar istilah globalisasi. Globalisasi sendiri banyak diartikan sebagai sebuah era di mana batas-batas teritori negara sudah semakin semu. Dengan kata lain semua mampu saling terhubung dan berkomunikasi dengan mudah di era globalisasi ini.
Lantas apakah memang era globalisasi ini dimulai dari abad 21? Apakah globalisasi hanya disebut ketika Iptek sudah semakin maju? Tidak. Globalisasi yang kita hadapi saat ini adalah globalisasi tahap ketiga.
Kalau kita semua membaca buku The World is Flat karya Thomas L. Friedmann, maka globalisasi itu sudah ada sejak zaman Christopher Columbus yang menemukan benua Amerika pada 1492. Itu globalisasi pertama yang menyatakan mengglobalnya negara karena penemuan kapal-kapal laut yang mampu membuat negara-negara terhubung. Lantas dilanjutkan dengan globalisasi tahap kedua setelah ditemukannya metode transportasi dan komunikasi yang lebih efektif menyebabkan dunia yang sedang menjadi berukuran kecil. Yang berperan besar adalah perusahaan multinasional yang mengakibatkan mengglobalnya perusahaan.
Globalisasi yang kita sebut-sebut sekarang ini merupakan globalisasi tahap ketiga. Globalisasi tahap ketiga ini menyebabkan dunia yang kecil semakin kecil saja. Penemuan alat komunikasi untuk individu yang semakin canggih dan komputer-komputer pribadi yang terhubung satu sama lain menyebabkan terjadinya globalisasi individu. Itu berlaku sampai sekarang, di mana setiap orang bisa mengakses informasi dan pergi ke manapun yang mereka inginkan.
Adakah hubungan semua ini dengan Indonesia? Tentu saja ada. Saat ini Indonesia termasuk salah satu negara dengan penduduk yang paling padat di dunia. Sensus tahun 2010 menyatakan Indonesia saat ini berpenduduk sekitar 234,9 juta jiwa. Banyaknya penduduk yang dimiliki tidak sejalan dengan prestasi daya saing SDM-nya di tingkat global. Misalnya indeks pembangunan manusianya masih menduduki peringkat 111 dari 192 negara-negara dunia. Bergulirnya zaman ke era globalisasi individu bukan berarti tidak meninggalkan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia, tantangan tersebut antara lain:
Pertama, masyarakat Indonesia masih sedikit yang sadar bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat dunia. Adanya globalisasi tahap ketiga harus membuat melek pemerintah dan seluruh kalangan masyarakat bahwa sebenarnya Indonesia adalah bagian dari dunia. Oleh karena itu diperlukan kompetensi yang dapat menciptakan daya saing secara global, bukan hanya per wilayah atau regional. Penguasaan bahasa asing, penelitian, industri, sains, ekonomi, dan aspek lain harus mulai ditanamkan untuk ditinjau secara aspek global. Hal ini diperkuat oleh Menakertrans, Muhaimin Iskandar yang menyatakan Indonesia belum seluruhnya sadar sebagai warga global dan daya saingnya masih kalah dibandingkan negara lain. Misalkan dari Global Competitiveness Index di peringkat 42 dari 131 negara.
Kedua, apresiasi pemerintah yang kurang terhadap masyarakat Indonesia yang berwawasan global. Banyak sekali perguruan tinggi luar negeri yang menemukan potensi brilian di Indonesia sebagai agent and director of change suatu negara. Mereka memberikan kemudahan berupa beasiswa dan belajar di luar negeri, kemudian menawarkan kontrak kerja menggiurkan yang kalah jauh dari apresiasi pemerintah yang ada. Maka jangan heran apabila orang-orang pintar Indonesia lebih memilih untuk bekerja di luar negeri dan berkontribusi di sana.
Ketiga, hanya terfokus pada pengolahan dan pengembangan sumber daya alam dan energi. Ini adalah aspek yang sangat penting, Tetapi sudah bukan yang terpenting di era globalisasi ini. Indonesia sudah harus menyadari sesungguhnya kekayaan Indonesia saat ini bukan terletak pada berapa banyak tambang yang tertimbun di bumi Indonesia, bukan pada kandungan minyak di lautan lepas, dan kayu-kayu yang tegak menjulang saja, tetapi juga kualitas sumber daya manusianya.
Fokus saat ini hanyalah bagaimana sumber daya yang ada mampu memenuhi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Bagaimana pasal-pasal UUD 1945 tentang pengelolaan SDA itu tepat sasaran. Namun harus dipikirkan juga bagaimana bila sumber daya alam itu habis dan tidak diiringi dengan kualitas SDM yang baik. Itu hanya menjadi kemakmuran jangka pendek.
Mengglobalnya individu tanpa disertai persiapan sumber daya manusia Indonesia dapat menjadi boomerang tersendiri. Hal ini karena persaingan bukan hanya di dalam regional atau suatu negara saja. Tetapi Indonesia ditantang oleh serbuan-serbuan individu berkapasitas global yang mampu untuk mengisi pos-pos strategis yang seharusnya diisi anak bangsa. Tentu saja pada akhirnya Indonesia (lagi-lagi) akan menjadi pekerja di tanah kelahirannya sendiri.
Ini menjadi pelajaran buat kita semua betapa sesungguhnya pendidikan yang berkapasitas global untuk membentuk kualitas individu Indonesia sangat dibutuhkan. Bayangkan apabila semua SDM Indonesia sudah sadar bahwa dirinya adalah bagian dari warga dunia (bukan hanya wilayah atau regional saja), maka kita bisa berbuat lebih banyak. Segala perbuatan kita walaupun kecil, tetapi mampu untuk mengubah nasib dunia. Tidak hanya negara dan bangsa.
Selain itu kualitas individu global akan tahu bagaimana untuk mengelola energi dan sumber daya manusia Indonesia yang kaya dan melimpah untuk kemakmuran sosial. Tidak hanya mengkonsumsinya, tetapi bagaimana melakukan sustainable development bagi negara dan dunia.
Indonesia seharusnya merasa bangga memiliki banyak SDM karena memang itulah yang dibutuhkan saat ini di era globalisasi individu. Namun perlu diperhatikan juga pembinaan-pembinaan pada SDM Indonesia yang harus berwawasan global tetapi tetap grounded (mengakar) dengan nasionalisme bangsanya. Selain itu budaya Timur Indonesia memberikan nilai tambah dalam membentuk karakter yang tidak hanya bersifat pragmatis, tetapi juga budaya tenggang rasa dan gotong royong yang kuat.
Indonesia juga dikenal sebagai negara yang religious dan agamis. Maka apabila aspek-aspek ini benar-benar ditanamkan pada SDM Indonesia, berupa wawasan global yang mengakar, perilaku yang santun, diiringi aspek relijius dan agamis, Indonesia akan menjadi bangsa yang unggul dan tidak akan pernah lagi kita mendengar Indonesia sebagai bangsa miris yang menderita di tengah melimpahnya kekayaan alam yang diberikan Tuhan untuk Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut